Sabtu, 27 April 2013

Cara Belajar dengan Baik dan Benar ~

cara belajar yang baik dan benar


Mau pintar yaa harus rajin belajar. Namun dari banyak kasus, banyak juga orang yang rajin belajar tetapi tidak pintar. Hmm sepertinya ada yang salah dari cara belajar nya. Walaupun bagaimanapun rajinnya belajar, tetapi jika cara belajar sudah salah maka orang tersebut tetap saja tidak pintar. Lalu, bagaimana cara belajar yang baik dan benar? langsung saja kita simak yang pertama:

1. Mulailah dengan berdoa

Selalu dan selalu. Mungkin ini hal yang paling sering dilupakan oleh sebagian besar para pelajar. Padahal segala sesuatu yang akan kita lakukan harus kita awali dan kita akhiri dengan berdoa. Dengan berdoa, kita akan berserah diri kepada Tuhan dan Beliau akan membantu kita supaya hasil belajar kita menjadi maksimal.

2. Pilih tempat belajar Anda

Tempat belajar juga sangat mempengaruhi konsentrasi belajar Anda. Pilihlah tempat yang nyaman tetapi tidak membuat Anda mengantuk dan tidak membuat Anda merasa boring atau bosan. Seperti di teras rumah atau di lantai. Jika Anda mudah terganggu oleh suara dari luar, cobalah untuk belajar di tempat yang sunyi tetapi tidak membuat Anda merasa kesepian.

3. Musik

Jika perlu, hidupkan juga lagu-lagu klasik atau lembut tetapi tidak membuat Anda bad mood. Juga jangan juga mendengarkan musik rock karena itu akan mengganggu otak Anda sehingga belajar menjadi tidak maksimal.

4. Latihan soal

latihan soalBelajar dengan membaca materinya terlebih dahulu, latihan soal, kemudian evaluasi dengan melihat pembahasan di setiap soalnya adalah cara belajar yang terbaik. Untuk itu, sangat diperlukan untuk membeli buku-buku dengan materi pelajaran dan soal-soal yang berkualitas. Materi pelajaran yang berkualitas itu adalah materi yang ringkas, mudah dipahami, dan mengandung konsep yang tersirat. Sedangkan soal-soal yang berkualitas adalah soal yang berbobot, sesuai dengan materi pelajaran, dan mengandung pembahasan tentang cara menjawab soal tersebut jika Anda tidak memahami cara menjawab soal tersebut. Tentu saja sesuaikan juga dengan uang yang anda miliki.

5. Belajar kelompok

belajar kelompokBelajar bersama teman-teman memang sangat mengasyikan dan seru. Namun, sebaiknya anggota kelompok belajar Anda maksimal 5 orang saja karena jika terlalu banyak, maka akan mengganggu proses belajar Anda. Usahakan juga supaya ada satu dari anggota kelompok belajar Anda yang pintar atau memahami sebuah materi pelajaran yang akan dipelajari. Kelebihan dari belajar kelompok adalah bisa sharing secara langsung dengan teman-teman tentang hal yang belum dipahami. kekurangan belajar kelompok adalah konsentrasi belajar kita bisa saja terganggu jika teman Anda mengajak Anda mengobrol.

6. Pembimbing

Pembimbing bisa saja diperlukan untuk menemani Anda belajar. Anda bisa bertanya-tanya kepadanya. Pembimbing itu tidak selalu guru atau orangtua. Teman pun bisa Anda jadikan pembimbing. Tapi yang pasti teman Anda yaa harus pintar supaya bisa ditanya-tanya. Gunakan pembimbing Anda secara maksimal Tanyakan segala hal yang belum Anda pahami berkaitan tentang materi pelajaran yang Anda pelajari.

7. Belajar dari internet

Internet memang memberikan wahana belajar yang sangat luas dan biasanya gratis. Gunakan juga internet sebagai sarana bantu untuk belajar dan bertanya kepada orang-orang di dunia maya. HdSBlog dalam materi pelajaran memberikan beragam materi pelajaran yang lengkap dan mudah dipahami. Check this out!

8. Refreshing

Tidak ada manusia yang bisa belajar terus-menerus. Hasil penelitian menunjukan bahwa manusia hanya bisa konsentrasi terhadap satu hal selama 15 menit saja. Jadi, manusia hanya bisa belajar satu mata pelajaran selama 15 menit saja dan setelah itu konsentrasinya akan buyar. Maka dari ituberdoa, setiap 15 menit belajar dianjurkan untuk beristirahat selama 5 menit atau ganti dengan mata pelajaran lain. Setelah selesai belajar, hibur diri Anda dengan membeli makanan favorit atau jalan-jalan ke taman supaya Anda tidak stress.

9. Selalu tutup dengan doa

Sama seperti saat memulai belajar, mengakhiri belajar juga harus diakhiri dengan doa. Anda berdoa kepada Tuhan agar apa yang Anda pelajari telah Anda pahami dengan maksimal dan memberi manfaat ke depannya.

10. Yakin

Kunci kesuksesan berawal dari keyakinan. Yakinlah bahwa Anda bisa memahami materi pelajaran tersebut. Keyakinan membuat Anda tidak ragu saat menjawab soal ulangan atau ujian nasional.
Sukses Dalam Pelajaran

Jumat, 26 April 2013

Jenis wacana ~

A. Wacana Berdasarkan Realitas
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994: 6-7) realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna (bahasa isyarat). Wacana nonbahasa 
yang berupa isyarat, antara lain berupa:
1. Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka, meliputi:
a. Gerakan mata, antara lain melotot, berkedip, menatap tajam (dapatkah kita menentukan maknanya. Misalnya, melotot = marah; melotot = ’menyuruh pergi’, dan sebagainya).
b. Gerak bibir, antara lain senyum, tertawa, meringis.
c. Gerak kepala, antara lain mengangguk, menggeleng.
d. Perubahan raut muka (wajah), antara lain mengerutkan kening, bermuka manis, bermuka masam.
2. Isyarat yang ditunjukkan melalui gerak anggota tubuh selain kepala, meliputi:
a. Gerak tangan, antara lain melambai, mengepal, mengacungkan ibu jari, menempelkan telunjuk pada bibir, menunjuk dahi.
b. Gerak kaki, antara lain mengayun-ayun, menghentak-hentakkan, menendang-nendang.
c. Gerak seluruh tubuh, antara lain seperti terlihat pada pantomim, memiliki makna wacana sebagai teks.
Tanda-tanda nonbahasa yang bermakna berupa: (1) tanda rambu-rambu lalu lintas, dan (2) di luar rambu-rambu lalu lintas. Tanda lalu lintas, misalnya dengan warna lampu pada rambu-rambu lalu lintas: merah berarti ‘berhenti’, kuning berarti ‘siap untuk maju’, dan hijau berarti ‘boleh maju’; tanda diluar lalu lintas adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan dari kentongan, misalnya, berarti ada bahaya. Realitas makna kentongan diwujudkan oleh masyarakat pendukung wacana tersebut.
B. Wacana Berdasarkan Media Komunikasi
Berdasarkan media komunikasinya, wacana dapat diklasifikasikan atas wacana lisan dan tulisan.
1. Wacana tulis
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:52) wacana tulis atau written discourse adalah wacana yang disampaikan secara tertulis, melalui media tulis.
Menurut Mulyana (2005:51-52) wacana tulis (written discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Berbagai bentuk wacana sebenarnya dapat dipresentasikan atau direalisasikan melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang sangat efektif dan efisian untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atau apapun yang dapat mewakili kreativitas manusia.
Wacana tulis sering dipertukarkan maknanya dengan teks atau naskah. Namun, untuk kepentingan bidang kajian wacana yang tampaknya terus berusaha menjadi disiplin ilmu yang mandiri. Kedua istilah tersebut kurang mendapat tempat dalam kajian wacana. Apalagi istilah teks atau naskah tampaknya hanya berorientasi pada huruf (graf) sedangkan gambar tidak termasuk didalamnya. Padahal gambar atau lukisan dapat dimasukkan pula kedalam jenis wacana tulis (gambar). Sebagaiman dikatakan Hari Mukti Kridalaksana dalam Mulyana (2005:52), wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf atau karangan yang utuh (buku, novel, ensiklopedia, dan lain-lain) yang membawa amanat yang lengkap dan cukup jelas berorientasi pada jenis wacana tulis.
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994: 7-8) wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud antara lain:
a. Sebuah teks/ bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang mengungkapkan sesuatu secara beruntun dan utuh, misalnya sepucuk surat, sekelumit cerita, sepenggal uraian ilmiah.
b. Sebuah alinea, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alinea, dapat dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh.
c. Sebuah wacana (khusus bahasa Indonesia) mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk dengan subordinasi dan koordinasi atau sistem elipsis.
Perhatikanlah makna yang terdapat dalam pernyataan berikut:
“Ade mencintai bapaknya, saya juga.”
Ketidakhadiran verba pada klausa kedua (‘saya juga’) dan juga ketidakhadiran objek yang diramalkan klausa kedua adalah:
d. ..........................., saya juga mencintai bapak saya
Atau
e. ..........................., saya juga mencintai bapak Ade
2. Wacana lisan
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:55) wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan.
Menurut Mulyana (2005:52) wacana lisan (spoken discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dalam bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan (speech) atau ujaran (utterance). Adanya kenyataan bahwa pada dasrnya bahasa kali pertama lahir melalui mulut atau lisan. Oleh karena itu, wacana yang paling utama, primer, dan sebenarnya adalah wacana lisan. Kajian yang sungguh-sungguh terhadap wacana pun seharusnya menjadikan wacana lisan sebagai sasaran penelitian yang paling utama. Tentunya, dalam posisi ini wacana tulis dianggap sebagai bentuk turunan (duplikasi) semata.
Wacana lisan memiliki kelebihan dibanding wacana tulis. Beberapa kelebihan wacana lisan di antaranya ialah:
a. Bersifat alami (natural) dan langsung.
b. Mengandung unsur-unsur prosodi bahasa (lagu, intonasi).
c. Memiliki sifat suprasentensial (di atas struktur kalimat).
d. Berlatar belakang konteks situasional.
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:122) wacana lisan diciptakan atau dihasilkan dalam waktu dan situasi yang nyata. Oleh sebab itu, dalam semua bentuk wacana lisan terdapat kaidah-kaidah atau aturan-aturan mengenai siapa yang berbicara (kepada siapa) apabila (waktunya). Dengan perkataan lain, dalam wacana lisan, kita harus mengetahui dengan pasti:
a. Siapa yang berbicara
b. Kepada siapa
c. Apabila; pada saat yang nyata
Sebagai pegangan dalam pembicaraan selanjutnya dalam buku kecil ini, maka yang dimaksud dengan wacana lisan adalah satuan bahasa yang terlengkap dan terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan.
Disamping terdapat banyak persamaan, terdapat juga sejumlah perbedaan antara wacana tulis dan wacana lisan. Perbedaan itu dapat pula kita anggap sebagai ciri masing-masing. Dalam uraian berikut ini akan kita bicarakan beberapa hal yang merupakan ciri atau unsur khas wacana lisan, antara lain:
a. Aneka tindak
b. Aneka gerak
c. Aneka pertukaran
d. Aneka transaksi
e. Peranan kinesik
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:7) sebagai media komunikasi, wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa:
a. Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir, misalnya obrolan di warung kopi.
b. Satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap, biasanya memuat: gambaran situasi, maksud, rangkaian penggunaan bahasa) yang berupa:
Ica : .........................
Ania : “Apakah kau punya korek?”
Rudi : “Tertinggal di ruang makan tadi pagi.”
Penggalan wacana ini berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang komunikatif.
C. Wacana Berdasarkan Cara Pengungkapan
1. Wacana langsung
Wacana langsung atau direct discourse adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi (Kridalaksana dalam Henry Guntur Tarigan, 1987:55).
2. Wacana Tidak Langsung
Wacana tidak langsung atau indirect discourse adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya. (Kridalaksana, 1964: 208-9).
D. Wacana Berdasarkan Cara Pembeberan (Pemaparan)
Wacana pembeberan atau expository discourse adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis (Kridalaksana dalam Henry Guntur Tarigan, 1987:56).
1. Wacana naratif (narasi)
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:8) wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku. Isi wacana ditujukan ke arah memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana ini terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu, cara-cara bercerita, atau aturan alur (plot).
Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:45-46) wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Dalam narasi terdapat unsu-unsur cerita yang penting misalnya unsur waktu, pelaku, dan peristiwa. Dalam wacana narasi harus ada unsur waktu, bahkan unsur pergeseran waktu itu sangat pentng. Unsur pelaku atau tokoh merupakan pokok yang dibicarakan, sedangkan unsur peristiwa adalah hal-hal yang dialami oleh sang pelaku.
Wacana narasi pada umumnya ditujukan untuk menggerakan aspek emosi. Dengan narsi, penerima dapat membentuk citra atau imajinasi. Aspek intelektual tidak banyak digunakan dalam memahami wacana narasi.
2. Wacana deskriptif (deskripsi)
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:11) wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. Wacana itu biasanya bertujuan mencapai penghayatan dan imjinatif terhadap sesuatu sehingga pendengar atau pembaca seolah-olah merasakan atau mengalami sendiri secara langsung. Wacana deskriptif ini, ada yang hanya memaparkan sesuatu secara objektif dan ada pula yang memaparkannya secara imajinatif. Pemaparan secara objektif bersifat menginformasikan sebagaimana adanya, sedangkan pemaparan secara imajinatif bersifat menambahkan daya khayal. Daya khayal yang didapatkan didalam novel atau cerpen, atau isi karya sastra pada umumnya.
Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:37-38) wacana deskripsi merupakan jenis wacana yang ditujukan kepada penerima pesan agar membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana tersebut adalah emosi. Hanya melalui emosi, seseorang dapat membentuk citra atau imajinasi tentang sesuatu. Oleh sebab itu, ciri khas wacana deskripsi ditandai dengan pengggunaan kata-kata atau ungkapan yang bersifat deskriptif, seperti rambutnya ikal, hidungnya mancung, dan matanya biru. Dalam wacana ini biasanya tidak digunakan kata-kata yang bersifat evaluatif yang terlalu abstrak seperti, tinggi sekali, berat badan tidak seimbang, matanya indah, dan sebagainya.
Wacana deskripsi banyak digunakan dalam katalog penjualan dan juga data-data kepolisian. Kalimat yang digunakan dalam wacana deskripsi umumnya kalimat deklaratif dan kata-kata yang digunakan bersifat objektif. Wacana deskripsi cenderung tidak mempunyai penanda pergeseran waktu seperti dalam wacana narasi.
3. Wacana Prosedural (Eksposisi)
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:9) wacana prosedural dipaparkan dengan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan dan secara kronologis. Wacana prosedural disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara mengerjakan atau menghasilkan sesuatu.
Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:38-39) wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima (pembaca) agar yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi, diperlukan proses berpikir.
Wacana eksposisi menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan kata tanya bagaimana. Oleh karena itu, wacana tersebut dapat digunakan untuk menerangkan proses atau prosedur suatu aktivitas. Khusus untuk menerangkan proses dan prosedur, kalimat-kalimat yang digunakan dapat berupa kalimat perintah disertai dengan kalimat deklaratif.
4. Wacana Hortatori (Argumentasi)
Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:39-40) wacana argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pertimbangan logis maupun emosional (Rottenberg, 1988:9). Senada dengan itu, Salmon (1984:8) memberikan definisi argumentasi sebagai seperangkat kalimat yang disusun sedemikian rupa sehingga beberapa kalimat berfungsi sebagai bukti-bukti yang mendukung kalimat lain yang terdapat dalam perangkat itu.
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:10) wacana hortatori adalah tuturan yang berisi ajakan atau nasihat. Tuturan dapat pula berupa ekspresi yang memperkuat keputusan untuk menyakinkan. Wacana ini tidak disusun berdasarkan urutan waktu, tetapi merupakan hasil. Wacana ini digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar terpikat akan suatu pendapat yang dikemukakan. Isi wacana selalu berusaha untuk memiliki pengikut atau penganut, atau paling tidak menyetujui pendapat yang dikemukakannya itu, kemudian terdorong untuk melakukan atau mengalaminya. Yang termasuk wacana hortatori antara lain khotbah, pidato tentang politik.
Sebuah wacana dikategorikan argumentasi apabila bertolak dari adanya isu yang sifatnya kontroversi antara penutur dan mitra tutur. Dalam kaitannya dengan isu tersebut, penutur berusaha menjelaskan alasan-alasan yang logis untuk meyakinkan mitra tuturnya (pembaca atau pendengar). Biasanya, suatu topik diangkat karena mempunyai nilai, seperti indah, benar, baik, berguna, efektif atau swebaliknya.
Pada dasarnya, kekuatan argumen terletak pada kemampuan penutrur dalam mengemukakan tiga prinsip pokok, yaitu apa yang disebut pernyataan, alasan, dan pembenaran. Pernyataan mengacu pada kemampuan penutur dalam menentukan posisi. Alasan mengacu pada kemampuan penutur untuk mempertahakn pernyataannya dengan memberikan alasan-alasan yang relevan. Pembenaran mengacu pada kemampuan penutur dalam menunjukkan hubungan antara pernyataan dan alasan.
5. Wacana Ekspositori
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:10-11) wacana ekpositori bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. Pada umumnya, ceramah, pidato, atau artikel pada majalah dan surat kabar termasuk wacana ekspositori. Wacana ini dapat berupa rangkaian tuturan yang menjelaskan atau memeparkan sesuatu. Isi wacana lebih menjelaskan dengan cara menguraikan bagian-bagian pokok pikiran. Tujuan yang ingin dicapai melalui wacana ekspositori adalah tercapainya tingkat pemahaman akan sesuatu.
Wacana ekspositori dapat berbentuk ilustrasi dengan contoh, berbentuk perbandingan, uraian kronologis, identifikasi. Identifikasi dengan orientasi pada meteri yang dijelaskan secara rinci atau bagian demi bagian.
6. Wacana Dramatik
Wacan dramatik menyangkut beberapa orang penutur (persona) dan sedikit bagian naratif. Pentas drama merupakan wacana dramatik. Drama dahulu dikenal dengan sebutan ‘sandiwara’, tetapi sekarang lebih dikenal dengan nama drama.
7. Wacana Epistolari
Wacana epistolari digunakan di dalam hal surat-surat, dengan sistem dan bentuk tertentu. Wacana ini dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan alinea penutup.
8. Wacana Seremonial
Wacan seremonial berhubungan dengan upacara adat yang berlaku di masyarakat bahasa. Wacan seremonial dapat berupa nasihat (pidato) pada upacara perkawinan, upacara kematian, upacara syukuran, dsb.
E. Wacana Berdasarkan Bentuk
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:57-59), wacana berdasarkan bentuknya dapat dibagi atas:
1. Wacana prosa
Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa. Wacana ini didapat dan tertulis atau lisan, dapat berupa wacana langsung, dapat pula dengan pembeberan atau penuturan. Contoh: novel, cerpen, tesis, skripsi, dan lain-lain.
2. Wacana puisi
Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi baik secara tertulis maupun lisan.
3. Wacana drama
Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk katalog baik secara tertulis maupun secara lisan.
Menurut pendapat Robert Longacre (dalam Mulyana, 2005:47-51) wacana berdasarkan bentuknya dapat dibagi atas:
1. Wacana naratif
Wacana naratif adalah bentuk wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah. Uraiannya cenderung ringkas. Bagian-bagian yang dianggap penting sering diberi tekanan atau diulang. Bentuk wacana naratif umumnya dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan diakhiri oleh alinea penutup.
2. Wacana Prosedural
Wacana prosedural digunakan untuk memberikan petunjuk atau keterangan bagaimana sesuatu harus dilaksanakan. Oleh karena itu, kalimat-kalimatnya berisi persyaratan atau aturan tertentu agar tujuan kegiatan tertentu itu berhasil dengan baik.
3. Wacana Ekspositori
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu secara informatif. Bahasa yang digunakan cenderung denotatif dan rasional
4. Wacana Hortatori
Wacana hortatori digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan. Sifatnya persuasif. Tujuannya adalah mencari pengikut/penganut agar bersedia melakukan, atau paling tidak menyetujui, pada hal yang disampaikan dalam wacana tersebut.
5. Wacana Dramatik
Menurut Menurut Mulyana (2005:50) wacana dramatik adalah bentuk wacana yang berisi percakapan antar penutur. Sedapat mungkin menghindari atau meminimalkan sifat narasi di didalamnya. Contoh teks dramatik adalah skenario film/sinetron, pentas wayang orang, ketoprak, sandiwara, dan sejenisnya.
Contoh wacana dramatik:
Ibu : Anakku, kamu sudah dewasa. Apalagi sekarang ini ibu sudah tua.
Anak : Maksud ibu?
Ibu : Ibu ingin segera punya cucu. Ibu ingin sekali menjadi nenek. Kamu harus segera mencari istri.
Anak : Saya kan belum punya pekerjaan tetap, Bu! Bagaimana nanti saya menghidupi istri dan anak-anak saya.
Ibu : Tidak usah khawatir. Ibu ada tabungan yang cukup buat kamu buka usaha. Tapi kamu harus pandai cari tambahan modal. Terima ini.
Anak : Terimakasih, Bu.
6. Wacana Epistoleri
Menurut Mulyana (2005:50) wacana epistoleri biasa dipergunakan dalam surat-menyurat. Pada umumnya memiliki bentuk dan sistem tertentu yang sudah menjadi kebiasaan atau aturan. Secara keseluruhan, bagian wacana ini diawali oleh alinea pembuka, dilanjutkan bagian isi, dan diakhiri alinea penutup.
7. Wacana Seremonial
Menurut Mulyana (2005:51) wacana seremonial adalah bentuk wacana yang digunakan dalam kesempatan semonial (upacara). Karena erat kaitannya dengan konteks situasi dan kondisi yang terjadi dalam seremoni, maka wacana ini tidak digunakan di sembarang waktu. Inilah bentuk wacana yang dinilai khas dan khusus dalam Bahasa Jawa. Wacana ini umumnya tercipta kerena tersedianya konteks sosio-kultural yang melatarbelakanginya. Secara keseluruhan, teks wacana seremonial terdiri dari alinea pembuka, dilanjutkan isi, dan diakhiri alinea penutup. Contoh wacana ini adalah pidato dalam upacara peringatan hari-hari besar, upacara pernikahan (Jawa: tanggap wacana manten)
F. Wacana Berdasarkan Isi
Menurut Mulyana (2005:57-63) klasifikasi wacana berdasarkan isi, relatif mudah dikenali. Hal ini disebabkan antara lain, oleh tersedianya ruang dalam berbagai media yang secara khusus langsung mengelompokkan jenis-jenis wacana atas dasar isinya. Isi wacana sebenarnya lebih bermakna sebagai ‘nuansa’ atau muatan tentang hal yang ditulis, disebutkan, diberitakan, atau diperbincangkan oleh pemakai bahasa (wacana).
Berdasarkan isinya, wacana dapat dipilah menjadi: wacana politik, wacana sosial, wacana ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum, dan wacana kriminalitas. Wacana yang berkembang dan digunakan secara khusus dan terbatas pada ‘dunia’-nya itu, dapat juga disebut sebagai register, yaitu pemakaian bahasa dalam suatu lingkungan dan kelompok tertentu dengan nuansa makna tertentu pula.
1. Wacana Politik
Wacana politik berkaitan dengan masalah politik.
2. Wacana Sosial
Wacana sosial berkaitan dengan kehidupan sosial dan kehidupan sehari-hari masyarakat.
3. Wacana ekonomi
Wacana ekonomi berkaitan dengan persoalan ekonomi. Dalam wacana ekonomi, ada beberapa register yang hanya dikenal di dunia bisnis dan ekonomi. Contoh ungkapan-ungkapan register ekonomi seperti persaingan pasar, biaya produksi tinggi, langkanya sembako, konsumen dirugikan, inflasi, evaluasi, harga saham gabungan, mata uang, dan sebagainya.
4. Wacana budaya
Wacana budaya berkaitan dengan aktivitas kebudayaan. Meskipun sampai saat ini makna ‘kebudayaan’ masih terus diperdebatkan, namun pada wilayah kewicanaan ini, kebudayaan lebih dimaknai sebagai wilayah ‘kebiasaan atau tradisi, adat, sikap hidup, dan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari’. Wilayah tersebut kemudian menghasilkan bentuk-bentuk kebahasaan sabagai representasi aktivitasnya yang kemudian disebut wacana budaya.
5. Wacana militer
Wacana jenis ini hanya dipakai, dikembangkan di dunia militer. Instasi militer dikenal sangat suka menciptakan istilah-istilah khusus yang hanya dikenal oleh kalangan militer. Contoh istilah dalam wicana militer seperti operasi militer, desersi, intelijen, apel pagi, sumpah prajurit, veteran, dan lain-lain.
6. Wacana hukum dan kriminalitas
Persoalan hukum dan kriminalitas, sekalipun bisa dipisahkan, namun keduanya bagaikan dua sisi dari mata uang: berbeda tetapi menjadi satu kesatuan. Kriminalitas menyangkut hukum, dan hukum mengelilingi kriminalitas. Contoh istilah yang digunakan dalam wacana hukum dan kriminalitas seperti tersangka, tim pembela, kasasi, vonis, hakim.
7. Wacana olahraga dan kesehatan
Wacana olahraga dan kesehatan berkaitan dengan masalah olahraga dan kesehatan. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan misalnya, muncul kalimat ”Sempat joging 10 menit, didiagnosis jantung ringan”. Istilah joging adalah aktivitas olahraga ringan yang berkaitan dengan kesehatan. Oleh karena itu, munculnya istilah ’jantung ringan’ pada bagian berikutnya sama sekali bukan berarti berat jantung yang ringan (tidak berat), tetapi jenis sakit jantung pada stadium awal (masih belum mengkhawatirkan)

*Selamat membaca :)

Selasa, 23 April 2013

Lirik lagu JKT48 ~ Kimi no koto ga suki dakara (Karena Ku Suka Dirimu)

 

Jika kamu merasa bahagia,Semoga saat ini kan berlanjut
Selalu selalu selalu ku akan terus berharap
Walaupun ditiup angin,Kuakan lindungi bunga itu

Cinta itu suara yang,Tak mengharapkan jawaban
Tapi dikirimkan satu arah,Dibawah mentari tertawalah
Menyanyi menari sebebasnya

Karena kusuka suka dirimu, Kuakan selalu berada disini
Walau didalam keramaian, Tak apa tak kau sadari

Karena kusuka suka dirimu, Hanya dengan bertemu denganmu
Perasaanku jadi hangat,Dan menjadi penuh

Disaat dirimu merasa resah,Berdiam diri aku mendengarkan
Kuberi payung yang kupakai tuk hindari hujan
Air mata yang terlinang, Kan ku seka dengan jari di anganku

Cinta bagai riak air.Meluas dengan perlahan
Yang pusatnya ya dirimu .Walaupun sedih jangan menyerah
Kelangit!,Impian!,Lihatlah!

Kapanpun saat memikirkanmu,Bisa bertemu kebetulan itu
Hanya sekali dalam hidup,Kupercaya keajaiban
Kapanpun saat memikirkanmu, Akupun bersyukur kepada tuhan
Saat kutoleh ke belakang, Ujung kekekalan

Karena kusuka suka dirimu, Kuakan selalu berada disini
Walau didalam keramaian,Tak apa tak kau sadari
Karena kusuka suka dirimu, Hanya dengan bertemu denganmu
Perasaanku jadi hangat, Dan menjadi penuh,Ujung kekekalan

Selasa, 09 April 2013

SENYUMLAH ~

Hujan..
dengarkan sedikit dukaku
senyum yang selalu kurindukan
menghempas dada yang menyesakkan

Angin
sampaikan padanya
rinduku akan senyum yang riang
menguatkan aku

Tuhan
semua tak pernah mengerti rinduku yang begitu
menggebu
mengiris jiwa yang berkabut
hanya senyum yang jauh dari pandangan yang kurindukan

Tuhan ...,
ini begitu menusuk
hanya senyum yang kurindukan
senyum yang terdengar gembira...
mengahapus duka

Tuhan..
aku merindu senyum
tolong sampaikan padanya

Senin, 08 April 2013

Pembagian Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia

1. VERBA
Secara sintaksis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berategoi verba dari perilakunya dari satuan yang lebih besar; jadi sebuah kata dapat dikatakan berkaegori verba hanya dari peri lakunya dalam frase, yakni dalam hal kemunginannya satuan itu didampingi partikel tidak dalam konstruksi dan dalam hal tidak dapat didampinginya satuan itu dangan partikel di, ke, dari, atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau agak. Secara umum verba dapat diidentifikasikan dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva, ......
karena ciri-ciri berikut.
a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
Contoh:
1. Pencuri itu lari.
2. Mereka sedang belajar di kamar.
3. Bom itu seharusnya tidak meledak.
4. Orang asing itu tidak akan suka masakan Indonesia.
Bagian yang dicetak miring dalam kalimat di atas adalah predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian lain dalam kalimat itu.
b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.
c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti “paling”. Verba seperti mati atau suka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi termati atau tersuka.
d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti agak belajar, sangat pergi, dan bekerja sekali
VERBA DARI SEGI PERILAKU SEMANTISNYA
Tiap verba memiliki makna inheren yang terkandung di dalamnya
Ø mengandung makna inheren perbuatan. Contoh: lari, belajar, mendekat, mencuri, memberhentikan, menakut-nakuti, naik haji.
Ø Verba seperti itu biasanya dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan Apa yang dilakukan oleh subyek?
Ø Semua verba perbuatan dapat dipakai dalam kalimat perintah.
Ø Mengandung makna inheren proses. Contoh: meledak, mati, jatuh, mongering, mengecil, kebanjiran, terdampar.
Ø Verba yang mengandung makna itu biasanya dapat menjawab pertanyaan Apa yang terjadi pada subyek?
Ø Verba proses juga menyatakan adanya perubahan dari suatu keadaan ke keadaan lain.
Ø Mengandung makna inheren keadaan. Contoh: suka, mati, berguna.
Ø Verba keadaan menyatakan bahwa acuan verba berada dalam situasi tertentu. Verba keadaan sering sulit dibedakan dari adjektiva karena kedua jenis kata itu mempunyai banyak persamaan. Bahkan dapat dikatakan bahwa verba keadaan yang tidak tumpang-tindih dengan adjektiva jumlahnya sedikit. Satu ciri yang dapat membedakan keduanya ialah bahwa perfiks adjektiva ter- yang berarti “paling” dapat ditambahkan pada adjektiva , tetapi tidak pada adjektiva keadaan.
Makna inheren suatu verba tidak terikat dengan wujud verba tersebut. Apakah suatu verba disebut kata dasar, kata yang tanpa afiks, atau dengan afiks, hal itu tidak mempengaruhi makna. Makna inheren juga tidak selalu berkaitan dengan status ketransitifan suatu verba.
- Verba pengalaman. Contoh: mendengar, melihat, tahu, lupa, ingat, menyadari.
- Makna verba yang muncul karena adanya afiksasi. Contoh: membelikan, memukuli, terbawa.
VERBA DARI SEGI PERILAKU SINTAKSISNYA
Verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena dalam kebanyakan hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut.
1. Verba Transitif
Verba transitif yaitu verba yang memerlukan nomina sbagai objek dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Contoh:
1. a. Ibu sedang membersihkan kamar.
b. Kamar itu sedang dibersihkan oleh ibu.
2. a. Rakyat pasti mencintai pemimpin yang jujur.
b. Pemimpin yang jujur pasti dicintai oleh rakyat.
3. a. Polisi harus memperlancar arus lalu lintas.
b. Arus lalu lintas harus diperlancar oleh polisi.
4. a. Pemerintah akan memberlakukan peraturan itu segera.
b. Peraturan itu segera akan diberlakukan oleh pemerintah.
5. a. Sekarang orang sukar mencari pekerjaan.
b. Sekarang pekerjaan sukar dicari orang.
Verba transitif dapat dibedakan menjadi.
▪ Verba ekstransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh satu objek.
Contoh: saya sedang mencari pekerjaan.
subyek obyek
Objek dalam kalimat yang mengandung verba ekatransitif dapat diubah fungsinya sebagai subyek dalam kalimat pasif.
▪ Verba dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti oleh dua nomina, satu sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap.
Contoh: saya sedang mencarikan adik saya pekerjaan, ibu akan membelikan kakak baju baru. Sejumlah verba dwitransitif memiliki ciri semantis yang “membedakan fungsi objek dari pelengkap yang berupa nama, julukan, gelar, atau kedudukan. Contoh: mereka menamai bayi itu Sarah, masyarakat menuduh dia pencuri, dia memanggil saudaranya Alan. Bila kalimat ini dijadikan kalimat pasif, maka pelengkapnya bisa berada di belakang verba, di muka verba, kata tugas oleh umumnya tidak dipakai, kecuali bila ditempatkan di muka.
Ada pula verba yang dapat bersifat dwitransitif dan ekatransitif . Contoh: mereka memanggil kamu si Botak dan mereka memanggil kamu.
▪ Verba semi transitif ialah verba yang objeknya boleh ada dan boleh tidak. Contoh: ayah sedang membaca koran, ayah sedang membaca.
2. Verba Taktransitif
Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subyek dalam kalimat pasif. Contoh:
1. Maaf, Pak, Ayah sedang mandi.
2. Kami harus bekerja keras untuk membangun negara.
3. Petani di pegunungan bertanam jagung.
Verba taktransitif dibagi menjadi
▪ Verba berpelengkap. Jika pelengkap itu tidak hadir maka kalimat tidak sempurna dan tidak berterima. Contoh: Rumah orang kaya itu berjumlah lima puluh buah, yang dikemukakan adalah suatu dugaan, dia sudah mulai bekerja, nasi telah menjadi bubur,
▪ Verba taktransitif berpelengkap manasuka. Pelengkap tidak selalu hadir. Di antara verba seperti itu ada yang diikuti oleh kata atau frasa tertentu yang kelihatannya seperti pelengkap, tetapi sebenarnya adalah keterangan. Contoh: makin tua makin menjadi, pikiran yang dikemukakannya bernilai, film itu berwarna, bibit kelapa itu tumbuh subur
3. Verba Berpreposisi
Verba berpreposisi ialah verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu. Contoh:
1. Kami belum tahu akan/tentang hal itu.
2. Saya sering berbicara tentang hal ini.
3. Sofyan berminat pada musik.
4. Keberhasilan pembangunan banyak bergantung pada mentalitas para pelaksananya..
Di antara verba berpreposisi, ada yang sama artinya dengan verba ransitif. Contoh: berbicara tentang = membicarakan, cinta pada/akan = mencintai, suka akan = menyukai, tahu akan/tentang = mengetahui, bertemu dengan = menemui.
VERBA DARI SEGI BENTUKNYA
1. Verba Asal
Verba asal ialah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks. Contoh: ada, bangun, cinta, gugur, hancur, hidup, dating, paham, pecah.
2. Verba Turunan
Verba turunan adalah verba yang dibentuk melalui trasposisi, pengafiksan, reduplikasi (pengulangan), atau pemajemukan (pemaduan).
▪ Transposisi adalah suatu proses penurunan kata yang memperlihatkan peralihan suatu kata dari kategori sintaksis yang satu ke kategori sintaksis yang lain tanpa mengubah bentuknya. Contoh: telepon, cangkul, gunting, sikat.
▪ Pengafiksan adalah penambahan afiks pada dasar. Contoh: membeli, mendarat, beremu, bersepeda.
▪ Reduplikasi adalah pengulangan suatu dasar. Contoh: lari-lari, makan-makan, tembak-menembak, mereka-reka.
▪ Pemajemukan adalah penggabungan atau pemaduan dua dasar atau lebih sehingga menjadi satu satuan makna. Contoh: jual beli, jatuh bangun, salah sangka, salah hitung, hancur lebur.
DILIHAT DARI HUBUNGAN VERBA DENGAN NOMINA
1. Verba Aktif,
yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai pelaku.
Contoh: ia mengapur dinding; saya makan nasi;
2. Verba pasif,
yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai penderita, sasaran, atau hasil.
Contoh: Adik dipukul ayah; buku itu terinjak olehku.
3. Verba anti – aktif (ergatif),
yaitu verba pasif yang tidak dapat diubah menjdi verba aktif, dan subyeknya merupakan penanggap ( yang merasakan, menderita, mengalami).
Contoh: Ibu kecopetan di bis. ( yang tidak berasal dari ’X mencopet ibu)
4. Verba anti – pasif,
yaitu verba aktif yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif.
Contoh: Ia haus akan kasih sayang; pemuda ini benci terhadap perempuan.
DILIHAT DARI INTERAKSI ANTARA NOMINA PENDAMPINGNYA
1. Verba Respirokal,
yaitu verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dan perbuatan tersebut dilakukan dengan saling berbalasan. Kedua belah pihak terlibat perbuatan.
Contoh: berkelahi, berpegangan, tolong – menolong.
2. Verba non-respirokal,
yaitu verba yang tidak menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan.
2. NOMINA
Nomina sering juga disebut kata benda. Dari segi sintaksisnya, nomina mempunyai ciri-ciri tertentu.
a. Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subyek, objek, atau pelengkap.
b. Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Kata pengingkarnya ialah bukan.
c. Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun dengan diantarai oleh kata yang.
d. Mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari.
NOMINA DARI SEGI PERILAKU SEMANTISNYA
Tiap kata dalam bahasa mana pun mengandung fitur-fitur semantic yang secara universal melekat pada kata tersebut. Pemakaian preposisi di, di dalam, dan di atas dipengaruhi oleh fitur semantic yang ada pada nomina porosnya. Kata-kata dalam bahasa sering pula dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang bersangkutan. Contoh: gadis itu akan kawin dengan Agus minggu depan, Agus akan mengawini gadis itu minggu depan, di dalam laci, di meja.
NOMINA DARI SEGI PERILAKU SINTAKSISNYA
Pada frasa nominal, nimina befungsi sebagai ini atau poros frasa. Sebagai inti frasa, nomina menduduki bagian utama, sedangkan pewatasnya berada di muka atau di belakangnya. Bila pewatas frasa nominal itu berada di muka, pewatas ini umumnya berupa numeralia atau kata tugas. Contoh: lima lembar, seorang guru, beberapa sopir, bukan jawaban, banyak masalah.
Kalau pewatas berada di belakang nomina, nomina yang merupakan inti frasa itu diikuti oleh pewatas yang berupa nomina, ajektiva, verba, atau kelas kata yang lain. Contoh: masalah penduduk, kelas ringan, pola berpikir, rumah kita, tabungan berjangka.
Nomina juga digunakan dalam frasa preposisional. Nomina bertindak sebagai poros yang didahului oleh preposisi tertentu. Contoh: di kantor, ke desa, dari markas, untuk adekmu, pada masa itu.
NOMINA DARI SEGI BENTUKNYA
1. Nomina Dasar
Nomina dasar adalah nomina yang hanya terdiri atas satu morfem.
a. Nomina dasar umum
Contoh: gambar, meja, rumah, malam, minggu.
b. Nomina dasar khusus
Contoh: adik, atas batang, bawah, dalam.
Dalam kelompok nomina dasar khusus kita temukan bermacam-macam subkategori kata dengan beberapa fitur semantiknya.
1. Nomina yang mengacu pada tempat seperti di atas, di bawah, di dalam.
2. Nomina yang mengacu pada nama geografis.
3. Nomina yang menyatakan penggolongan kata berdasarkan bentuk rupa acuannya secara idiomatis.
4. Nomina yang mengacu pada nama diri orang.
5. Nomina yang mengacu pada orang yang masih mempunyai hubungan kekerabatan.
6. Nomina yang mengacu pada nama hari.
2. Nomina Turunan
Nomina dapat diturunkan melalui afiksasi, perulangan, atau pemajemukan.
▪ Afiksasi nomina adalah suatu proses pembentukan nomina dengan menambahkan afiks tertentu pada kata dasar. Ada tujuh macam afiksasi dalam penurunan nomina:
1. ke-
contoh: ketua, kehendak, kekasih dan kerangka.
2. pel-, per-, dan pe-
contoh: pelajar, pertapa, persegi, petani, perdagangan.
3. peng-
a. orang atau hal yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba. Contoh: pembeli, pendobrag, pengawas, pemilih, pengirim, pengetes.
b. orang yang pekerjaannya melakukan kegiatan yang dinyatakan oleh verba. Contoh: penyanyi, pelaut, pemulung, pengemis, penyiar.
c. orang yang memiliki sifat yang dinyatakan oleh adjektiva dasarnya. Contoh: pemarah, penakut, pelupa, pemalas, periang.
d. alat untuk melakukan kegiatan yang dilakukan oleh verba. Contoh: penggali, penghapus, pembersih, pendorong, penopang.
3. –an
a. hasil tindakan atau sesuatu yang dinyatakan oleh verba. Contoh: anjuran, kiriman, asinan, kiloan.
b. Makna lokasi. Contoh: tepian, belokan, awalan, akhiran.
c. Waktu yang berkala. Contoh: harian, mingguan, bulanan, tahunan.
d. Buah-buahan. Contoh: durian, rambutan.
e. Kumpulan dari nomina. Contoh: sayuran, lautan.
4. peng-an
a. perbuatan yang dinyatakan oleh verba. Contoh: pemberontakan, pendaftaran, pengunduran, penyajian, pelampiasan.
b. hasil perbuatan; hal yang dinyatakan verba. Contoh: pengakuan, penghargaan, penyelesaian, pengumuman, pemberitaan.
c. maknanya unik sehingga harus ditentukan sendiri-sendiri. Contoh: pendirian, pendapatan, pemandangan, pendengaran.
5. per-an
a. diturunkan dari verba taktransitif dan berawalan ber-. Contoh: perjanjian, pergerakan, perjalanan, pertemuan, perpindahan.
b. Berkaitan dengan verba meng- atau memper- yang berstatus transitif. Contoh: perlawanan, permintaan, percobaan, pergelaran, perjuangan.
c. Hal, keadaan, atau hasil yang dinyatakan oleh verba. Contoh: pergerakan, perdagangan, pertanian, perjuangan.
d. Perbuatan yang dinyatakan oleh verba. Contoh: perkelahian, perzinaan, percakapan,ercobaan, perlawanan.
e. Hal yang berkaitan dengan kata dasar. Contoh: perikanan, perkapalan, perbukuan, perburuhan, persuratkabaran.
f. Tempat yang dirujuk oleh verba atau kata dasar. Contoh: perapian, perkotaan, perkampungan, perkemahan, perguruan.
6. ke-an
a. hal atau keadaan yang berhubungan dengan yang dinyatakan verba. Contoh: kepergian, kedatangan, kehadiran, keberangkatan, keputusan, ketetapan.
b. Hal atau keadaan yang berhubungan dengan yang dinyatakan adjektiva. Contoh: kekosongan, keberanian, kebimbangan, kemalasan, kekecewaan.
c. Keabstrakan. Contoh: kebangsaan, kemanusiaan, kerakyatan, kekeluargaan.
d. Kantor atau wilayah kekuasaan. Contoh: kedutaan, kelurahan, kecamatan.
e. Kumpulan dari kata dasar. Contoh: kepulauan.
▪ Perulangan atau reduplikasi adalah proses penurunan kata dengan perulangan, baik secara utuh maupun secara sebagian.
1. Ketaktunggalan
§ Makna Keanekaan. Contoh: bangun-bangunan, coret-coret, desas-desus, warna-warni, teka-teki.
§ Makna Kekolektifan. Contoh: dedaunan, pepohonan, biji-bijian, daun-daunan, rumput-rumputan.
2. Kemiripan
§ Makna Kemiripan Rupa. Contoh: bapak-bapak, kakek-kakek, mata-mata, kuda-kuda, jari-jari.
§ Makna Kemiripan Cara. Contoh: kucing-kucingan, angina-anginan, kebelanda-belandaan, kekanak-kanakan, kegila-gilaan.
SUBKATEGORISASI TERHADAP NOMINA DILAKUKAN DENGAN MEMBEDAKAN:
1. Nomina bernyawa dan tak bernyawa
Nomina bernyawa dapat disubtitusikan dengan ia atau mereka, sedangkan yang tak bernyawa tidak dapat.
Contoh nomina bernyawa: nenek, nona, tuan.
Contoh nomina tak bernyawa: Jawa, sekarang, karung.
2. Nomina terbilang dan tak terbilang
Nomina terbilang adalah nomina yang dapat dihitung (dan dapat didampingi oleh numeralia) seperti kantor, kampung, buku.
Nomina tak terbilang ialah nomina yang tak dapat didampingi oleh numeralia seperti udara, kebersihan; termasuk pula nama diri dan nama geografis.
3. Nomina kolektif dan bukan kolektif
Nomina kolektif mempunyai ciri dapat disubtitusikan dengan mereka atau dapat diperinci atas anggota atau atas bagian – bagian. Nomina kolektif terdiri atas nomina dasar seperti: tentara, puak, keluarga, dan nomina turunan seperti: wangi – wangian, tepung – tepungan.
3. NUMERALIA
Numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau brang) dan konsep. Numeralia adalah kategori yang dapat (1) mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendamping numeralia lain, dan (3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau dengan sangat. Numeralia mewakili bilangan yang terdapat dalam alam diluar bahasa.
NUMERALIA POKOK
1. Numeralia pokok tentu,
mengacu pada bilangan pokok, yakni 0(nol), 1(satu), 2(dua), sampai 9(Sembilan).Ada pula numeralia yang merupakan gugus yaitu diantara sepuluh dan dua puluh dipakai gugus yang berkomponen belas. Bilangan di atas bilangan sembilan belas dinyatakan dengan menganggap seolah olah bilangan itu terdiri atas beberapa gugus dan bilangan. Contoh : 7.859 =Tujuh ribu delapan ratus lima puluh Sembilan. Dalam bahasa Indonesia baku, numeralia pokok ditempatkan di muka nomina dan dapat diselingi oleh kata penggolong seperti orang, ekor, dan buah. Contoh: majalah kami memerlukan tiga orang penyunting, pak hasan mempunyai dua ekor burung merak.
2. Numeralia pokok kolektif,
dibentuk dengan prefiks ke- yang ditempatkan dimuka nomina yang diperankan. Contoh: ketiga pemain, kedua gedung, kesepuluh anggota. Jika tidak diikuti oleh nomina, biasanya bentuk itu diulang dan dilengkapi dengan -nya. Contoh: kedua-duanya, ketiga-tiganya.
Numeralia kolektif dibentuk dengan cara
1. Penambahan prefiks ber- atau se- pada nomina tertentu setelah numeralia. Contoh: tiga bersaudara, empat beranak, tiga sekawan, tiga serangkai, dua sejoli.
2. Penambahan prefiks ber- pada numeralia pokok dan hasilnya diletakkan sesudah pronominal persona. Contoh: (kamu) berlima, (kami) berenam.
3 Pemakain numeralia yang berprefiks ber- dan yang diulang. Contoh: beribu- ribu, berjuta-juta.
4. Pemakaian gugus numeralia yang bersufiks –an. Contoh: puluhan, ratusan.
3. Numeralia pokok distributif,
dapat dibentuk dengan cara mengulang kata bilangan. Artinya ialah ‘demi’ dan ‘masing-masing’. Contoh: satu-satu, dua-dua.
4. Numeralia pokok tak tentu,
mengacu pada jumlah yang tidak pasti dan sebagian besar numeralia ini tidak dapat menjadi jawaban atas peranyaan yang memakai kata tanya berapa, ditempatkan di muka nomina yang diterangkannya. Contoh: banyak orang, berbagai masalah, pelbagai budaya, sedikit air, semua jawaban, seluruh rakyat, segala penjuru, segenap anggota.
5. Numeralia pokok klitika,
yaitu numeralia lain yang dipungut dari bahasa Jawa Kuna, diletakkan di muka nomina yang bersangkutan. Contoh: triwulan, caturwulan, pancasila, saptamarga, dasalomba.
6. Numeralia ukuran.
Contoh: lusin, kodi, meter, liter, atau gram.
NUMERALIA TINGKAT
Numeralia pokok dapat diubah menjadi numeralia tingkat. Cara mengubahnya adalah dengan menambahkan ke- di muka bilangan yang bersangkutan. Contoh: kesatu atau pertama, kesepuluh, pemain ketiga, jawaban kedua itu, suara pertama.
NUMERALIA PECAHAN
Tiap bilangan pokok dapat dipecah menjadi bagian yang lebih kecil yang dinamakan numeralia pecahan. Cara membentuknya dengan memakai kata per- diantara bilangan pembagi dan penyebut. Bilangan pecahan dapat mengikuti bilangan pokok. Bilangan campuran dapat ditulis desimal. Contoh: 1/2 = seperdua, setengah, separuh; 1/10 = sepersepuluh; 3/5 = tiga perlima; 9,75 = sembilan tigaperempat atau sembilan koma tujuh lima.
FRASA NUMERALIA
Umumnya dibentuk dengan menambahkan kata penggolong. Contoh: dua ekor (kerbau), lima orang (penjahat), tiga buah (rumah).
4. ADJEKTIVA
Adjektiva ialah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat.
Adjektiva ditandai oleh kemungkinannya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina, atau (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) mempunyai ciri – ciri morfologis, seperti –er- (dalam honorer), -if (dalam sensitif ), -i (dalam alami), atau (5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an, seperti adil – keadilan, halus – kehalusan, yakin – keyakinan (ciri terakhir ini berlaku bagi sebagian besar adjektiva dasar dan bisa menandai verba intransitif, jadi ada tumpang tindih di antaranya)
Adjektiva yang memberikan keterangan terhadap nomina itu berfungsi atributif.
▪ Keterangan itu dapat mengungkapkan suatu kualitas atau keanggotaan dalam suatu golongan. Contoh: kecil, berat, merah, bundar, gaib, dan ganda.
▪ Berfungsi sebagai predikat dan adverbial kalimat, dapat mengacu ke suatu keadaan. Contoh: mabuk, sakit, basah, baik, dan sadar.
▪ Kemungkinan menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan acuan nomina yang diterangkannya. Contoh: sangat, agak, lebih, dan paling.
ADJEKTIVA DARI SEGI PERILAKU SEMANTISNYA
1. Adjektiva Bertaraf
Adjektiva bertaraf mengungkapkan suatu kualitas.
a. Adjektiva pemeri sifat. Jenis ini dapat memerikan kualias dan intensitas yang bercorak fisik atau mental. Contoh: aman, bersih, cocok, dangkal, indah.
b. Adjektiva ukuran, mengacu ke kualitas yang dapa diukur dengan ukuran yang sifatnya kuantitatif. Contoh: berat, ringan, tinggi, panjang, luas.
c. Adjektiva warna, mengacu ke berbagai warna seperti merah, kuning, hijau, biru, lembayung.
d. Adjektiva waktu mengacu ke makna proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung sebagai pewatas. Contoh: lama, segera, jarang, mendadak, singkat,.
e. Adjektiva jarak mengacu ke ruang antara dua benda, tempat, atau maujud sebagai pewatas nomina. Contoh: jauh, dekat, lebat, suntuk, akrab.
f. Adjektiva sikap batin bertalian dengan pengacuan suasana hati atau perasaan. Contoh: bahagia, bangga, benci, iba, jemu, yakin.
g. Adjektiva cerapan bertalian dengan pancaindera, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman atau penghiduan, perabaan, dan pencitarasaan. Ciri yang menarik pada adjektiva cerapan dalam kalimat ialah sering terjadinya gejala sinestesi. Artinya, ada penggabungan indra yang nertalian dengan nomina dan adjektiva yang mengacu kepada dua macam cerapan yang berbeda. Contoh: gemerlap, bising, anyir, basah, asam.
2. Adjektiva Tak Bertaraf
Adjekiva tak bertaraf menempatkan acuan nomina yang diwatasinya di dalam kelompok atau golongan tertentu. Kehadirannya dalam lingkungan itu tidak dapat bertaraf-taraf. Sesuatu ada di dalamnya atau di luarnya. Contoh: abadi, buntu, bundar, lonjong, tunggal.
ADJEKTIVA DARI SEGI PERILAKU SINTAKSISNYA
1. Fungsi Atributif
Adjektiva yang merupakan pewatas dalam frasa nominal yang nominalnya menjadi subyek, objek, atau pelengkap dikatakan dipakai secara atributif. Tempatnya di sebelah kanan nomina. Jika pewatas nomina lebih dari satu, rangkaian pewatas itu lazimnya dihubungkan oleh kata yang. Contoh: buku merah, harga mahal, baju putih yang panjang, mobil tua yang murah, baju putih yang panjang dan bersih.
2. Fungsi Predikatif
Adjektiva yang menjalankan fungsi predikat atau pelengkap dalam klausa dikatakan dipakai secara predikatif. Jika subjek atau predikat kalimat berupa frasa atau klausa yang panjang disisipkan kata adalah. Adjektiva dapat disebut frasa adjectival atau inti frasa, dapat diwatasi dengan pemarkah aspektualitas dan pemarkah modalitas yang ditempatkan di sebelah kirinya. Adjektiva dalam frasa adjectival dapat juga diikuti pewatas yang berposisi di seelah kanannya. Contoh: gedung yang baru itu sangat megah, kabar itu membuat mereka gembira, yang disarankannya kepadamu itu (adalah) baik, (adalah) wajar bagi seorang istri jadi cemburu, tidak keras kepala, sakit lagi.
3. Fungsi Adverbial atau Keterangan
Adjektiva yang mewatasi verba (atau adjektiva) yang menjadi predikat klausa dikatakan dipakai secara adverbial atau sebagai keterangan. Pola struktur adverbial itu dua macam: (1) … (dengan) + (se-) + adjektiva + (-nya) yang dapat disertai reduplikasi dan (2) perulangan adjektiva. Contoh: (bekerja) dengan baik, (bekerja) baik-baik, (menjawab) dengan sebenarnya, (menjawab) sebenar-benarnya, terbang tinggi-tinggi, Undi bekerja dengan baik sekali.
ADJEKTIVA DARI SEGI BENTUKNYA
1. Adjektiva Dasar (Monomorfemis)
Contoh: besar, merah, bundar, pura-pura, hati-hati.
2. Adjektiva Turunan
a. Hasil pengafiksan tentang tingkat ekuatif dengan prefiks se-, tingkat superlatif dengan prefiks ter-
b. Hasil pengafiksan dengan infiks atau sisipan –em- pada nomina, adjektiva yang jumlahnya sangat terbatas. Contoh: gemetar, gemuruh, gemerlap, temaram, sinambung.
c. Hasil penyerapan adjektiva berafiks dari bahasa lain seperti bahasa Arab, Belanda, dan Inggris. Contoh: alami, alamiah, insani, aktif , agresif.
5. ADVERBIA
Dalam tataran frasa, Adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbia lain. Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi adjektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis. Sekalipun banyak adverbial dapat mendampingi verba dalam konstruksi sintaksis, namun adanya verba itu bukan menjadi ciri adverbia.
Adverbia tidak boleh dikacaukan dengan keterangan, karena adverbia merupakan konsep kategori; sedangkan keterangan merupakan konsep fungsi. Adverbia dapat ditemui dalam bentuk dasar dan bentuk turunan. Bentuk turunan itu terwujud melalui afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, gabungan morfem.
Dalam tataran klausa, adverbia mewatasi atau menjelaskan fungsi-fungsi sintaksis. Umumnya kata atau bagian kalimat yang dijelaskan adverbia itu berfungsi sebagai predikat. Contoh:
▪ ia sangat mencintai istrinya.
▪ Guru saja tidak dapat menjawab pertanyaan itu.
▪ Melihat penampilannya, ia pasti seorang guru.
▪ Hanya petani yang menanam jagung.
▪ Tampaknya dia tidak menyetujui usul itu.
ADVERBIA DARI SEGI BENTUKNYA
1. ADVERBIA TUNGGAL
a. Adverbia yang berupa kata dasar, hanya terdiri atas satu kata dasar. Contoh: baru, hanya, lebih, hamper, saja, sangat.
b. Adverbia yang berupa kata berafiks, diperoleh dengan menambahkan gabungan afiks se—nya atau afiks –nya pada kata dasar. Contoh: sebaiknya, sesungguhnya, agaknya, rupanya, rasanya.
c. Adverbial yang berupa kata ulang
▪ Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar. Contoh: diam-diam, lekas-lekas, pela-pelan, tinggi-tinggi, lagi-lagi.
▪ Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahan prefiks se-. Contoh: setinggi-tinggi, sepandai-pandai, sebesar-besar, sesabar-sabar, segalak-galak.
▪ Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahah sufiks –an. Contoh: hais-habisan, mati-matian, kecil-kecilan, gila-gilaan, gelap-gelapan.
▪ Adverbia yang berupa pengulangan kata dasar dengan penambahan gabungan afiks se—nya. Contoh: setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, seikhlas-ikhlasnya, sekuat-kuatnya, selembut-lembutnya.
2. ADVERBIA GABUNGAN
Adverbia gabungan terdiri atas dua adverbia yang berupa kata dasar.
1. Adverbia yang berdampingan. Contoh: lagi pula, hanya saja, hampir selalu, acapkali.
2. Adverbia yang tidak berdampingan. Contoh: hanya … saja, belum … lagi, hamper … kembali, hanya … kembali, tidak … saja.
ADVERBIA DARI SEGI PERILAKU SINTAKSISNYA
Dapat dilihat berdasarkan posisinya terhadap kata atau bagian kalimat yang dijelaskan oleh adverbial yang bersangkutan.
1. Adverbia yang mendahului kata yang diterangkan:
▪ Ia lebih tinggi dari pada adiknya.
▪ Telaga itu sangat indah.
▪ Pendiriannya terlalu kukuh untuk digoyangkan.
▪ Kami hanya menulis apa yang dikatakannya.
2. Adverbia yang mengikuti kata yang diterangkan:
▪ Tampan nian kekasih barumu.
▪ Kami duduk-duduk saja menunggu pangilan.
▪ Jelek benar kelakuannya.
3. Adverbia yang mendahului atau mengikuti kata yang diterangkan:
▪ Mahal amat harga barang-barang itu.
▪ Paginya ia segera pergi meninggalkan kami.
4. Adverbia yang mendahului dan mengikuti kata yang diterangkan:
▪ Saya yakin bukan dia saja yang pandai.
▪ Bagiku, senyumnya sangat manis sekali.
ADVERBIA DARI SEGI PERILAKU SEMANTISNYA
1. Adverbia Kualitatif
Menggabarkan maknayang berhubungan dengan tingkat, derajat, atau mutu. Contoh: paling, sangat, lebih, dan kurang.
2. Adverbia Kuantitatif
Menggambarka makna yang berhubungan dengan jumlah. Contoh: banyak, sedikit, kira-kira, dan cukup.
3. Adverbia Limitatif
Menggambaran makna yang berhubungan dengan pembatasan. Contoh: hanya, saja, dan sekedar.
4. Adverbia Frekuentatif
Menggambarkan makna yang berhubungan dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbial itu. Contoh: selalu, sering, jaang, dan kadang-kadang.
5. Adverbia Kewaktuan
Menggambarkan makna yang berhubungan dengan saat terjadinya peristiwa yang diterangkan oleh adverbial itu. Contoh: baru dan segera.
6. Adverbia Kecaraan
Menggambarkan makna yang berhubungan dengan bagaimaa peristiwa yang dierangkan oleh adverbial itu berlangsubg atau terjadi. Contoh: diam-diam, secepatnya, pelan-pelan..
7. Adverbia Kontrastif
Menggambarkan perentangan dengan makna kata atau hal yang dinyataka sebelumnya. Contoh: bahkan, malahan, dan justru.
8. Adverbia Keniscayaan
Menggambarkan makna yang berhubungan dengan kepastian tentang keberlangsungan aau terjadinya hal atau peristiwa yang dijelaskan adverbial itu. Contoh: niscaya, pasti, dan tentu.
ADVERBIA KONJUNGTIF
Adverbia konjungtif adalah adverbia yang menghubungkan satu klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat yang lain. Contoh: (akan) teapi, bahkan, bahwasanya, dengan demikian, kecuali itu.
ADVERBIA PEMBUKA WACANA
Adverbia pembuka wacana pada umumnya mengawali suatu wacana. Hubunganny pada paragraf sebelumnya didasarkan pada makna yang terkandung pada paragraf sebelumnya itu. Contoh: adapun, akan hal, alkisah, arkian, dalam pada itu.